Jumat, 09 Juni 2017

LIBERALISME, PAHAM RUSAK DAN MERUSAK !


          Dalam eksiklopedia wikipedia dijelaskan bahwa liberalisme adalah suatu paham atau tradisi politik yang menjunjung tinggi terhadapkebebasan. Secara  umum paham ini ingin menciptakan sebuah masyarakat yang menjamin adanya kebebasan berfikir, berpolitik dan kebebasan dalam memiliki harta benda bagi setiap orang. Dalam KBBI liberalisme diartikan sebagai usaha perjuangan menuju kebebasan.
            Pada tahun 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa tentang haramnya paham SEPILIS (Sekulerisme-Pluralisme-Liberalisme). Ketiga paham tersebut mempunyai kesamaan yakni sama-sama rusak dan merusak. Tentu terjadi pro-kontra di kalangan masyarakat, namun justru berawal dari kalangan islam itu sendiri sehingga yang mana yang mana yang harus diikuti menjadi samar. Tidak  sedikit umat islam yang tidak peduli terhadap tersebarnya paham  ini.
            Pelarang paham Sepilis tidak hanya dilakukan oleh kalangan MUI, lima tahun sebelumnya, Vatikan pusat kekuasaan Khatolik di Roma, telah mengeluarkan pelarangan terhdapa paham liberalisme. Bahkan seorang Pastur yang menulis  buku tentang dukungannya terhadap paham liberalisme langsung dipecat.
            Paham Sipilis itu sangat merusak, tak hanya akan merusak tatanan kemasyarakatan tapi juga menimbulkan kekacauan paham dan pemikiran ditengah  masyarakat. Yang lebih membahayakan Sipilis dapat merusak Akidah.
            Paham Liberal hika dinilai dari Islam, sudah keliru dilandasannya . Karena landasan dalam keyakinannya salah, maka wajar menganggap semua agama adalah sama, tentu hal ini bertentangan dengan Islam yang meyakini “Sesungguhnya agama yang di ridhoi Allah hanyalah Islam” (QS Ali Imran:19).
            Tak hanya itu salah satu tokoh Liberal berpendapat bahwa Al-Qur’an dianggapnya sudah tidak relevan dengan jaman, sehingga perlu direvisi. Anggapan lain bahwa 90 persen ayat Al-Qur’an adalah buatan pengarang. Hingga berpandangan bahwa iblis kelak akan ditempatkan di surga yang lebih tinggi dibandung nabi adam. Tentu ini adalah paham yang salah sehingga wajar banyak umat Islam yang menolak kedatangannya. Di Malaysia sendiri pernah menolak kedatangan Ulil, salah satu tokoh Islam Liberal yang tergabung dalam Jaringan Islam Liberal (JIL), ditolak karena dianggap membawa pemahaman sesat.
            Melalui Paham Liberal ini, perkawinan sesama jenis diperbolehkan, bahkan mendukung LGBT karena sebagai bentuk Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi. Atau membolehkan perempuan menjadi imam dalam shalat berjamaah. Tentu hal ini yang disebut “merusak” pola kehidupan masyarakat. Maka lahirlah liberalisme dalam pergaulan bebas hingga saat ini masih merajalela, khsususnya kalangan remaja.
            Karenanya banyak yang perlu kita sadarkan akan pemikiran rusak seperti ini. Sebab islam telah tegas bahwa membuat kesesatan dari islam adalah perbutan yang dilarang.
            “Barang siapa yang mencari agama (diin) selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (TQS Ali-Imran (3):85)


DIKSI


Bahasan Singkat tentang Diksi

Memang harus diakui, kecenderungan orang semakin megesampingkan pentingnya penggunaan bahasa, terutama dalam tata cara pemilihan kata ataua diksi. Terkadang kitapun tidak mengetahui pentingnya penguasaan bahasa indonesia yang baik dan yang benar, sehingga ketika kita berbahasa, baik lisan maupun tulisan, sering mengalami kesalahan dalam penggunaan kata, frasa, paragraf dan wacana.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaanya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperolehefek tertentu seperti yang diharapkan.
Diksi dalam kalimat adalah pilihan kata yang tepat untuk ditempatkan dalam kalimat sesuai dengan makna, kesesuaian , keseponan dan dapat mewakili maksud atau gagasan.
Berdasarkan bentuk maknanya, makna dibedakan menjadi makna Leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan sifatnya; makna dibedakan atas makan Denotasi dan Konotasi, berdarkan wujudnya makna dibedakan atas Refrensial dan Inferensial, berdasarkan relasinya, makna terdiri dari homonym, homograf, homofon, sinonim, antonym dan polisemi.
Selain makna dari diksi, ketepatan pemilihan kata-kata akan berpengaruh dalam pikiran pembaca tentang isi sebuah iklan. Jenis diksi menurut Keraf yaitu: abstrak, konkrit, umum, khusus, populer, jargon dan sling.
Pilihan kata atau diksi untuk memperoleh konstelasi guna menambah daya ekspresivitas. Maka sebuah kata akan lebih jelas, jika pilihan kata tersebut tepat dan sesuai. Tidak hanya itu, kegunaan diksi untuk menghaluskan kata serta kalimat supaya lebih indah. Diksi berguna bagi Pengarang sebagai pendukung jalan cerita supaya lebih runtut mendeskripsikan tokoh, latar waktu, tempat dan sosial dalam cerita tersebut. (Ibam)


BULETIN

REKONTRUKSI IDEOLOGI CAK NUR

Hanya dengan Al-Qur’an dan terjemahnya kita sudah dapat memakai dan memelintir ayat-ayat suci dengan bebasnya. Masalah kemampuan bahasa arab, asbabun al-nuzul dan tetek bengek lainnya ‘tidak dipentingkan’. Memang lazimnya demikian. Toh, semuanya akan berpusing-pising pada tafsir. Itu bahasa sadisnya saat kita berhadapan dengan majelis pengajian pada umumnya.

Praktik tadi sungguh berbeda saat kita berhadapan dengan naskah Nilai-nilai Dasar Perjuangan/Nilai Identitas kader (selanjutnya ditulis NDP), sebuah rumusan islam yang Himpunan Mahasiswa Islam (HmI) yang didirikan pada 5 februari 1947. Naskah NDP itu sendiri baru disahkan pada Kongres HMI IX di Malang (Mei 1969). Untuk memahami, apalagi mengajarkan, NDP kita harus menjalani praktik-praktik ritual tertentu yang tidak sembarang orang dapat melakukannya, mulai dari Basic Training (Latihan Kader 1), pendalaman NDp pasca LK, tarining Up Grading NDP, Senior Course sampai training instruktur NDP. Kita juga tidak boleh meninggalkan wirid intensif dengan membaca karya-karya Nurcholis Majid (Cak Nur).


PEMBALSEMAN CAK NUR

Mengapa hal ini dapat terjadi? Banyak alasan dapat dikemukakan. Pertama, pembalseman cak Nur secara sistematis. Pengaguman terhadap Cak Nur secara sistematis. Pengaguman terhadap Cak Nur membuat semua orang merasa rendah diri ketika berhadapan dengan pemikiran-pemikirannya. Penjara imajinasi ini mengkondisikan Cak Nur laksana Tuhan bagi agama HMI. Ia bersabda di puncak gunung dan umat dibawahnya cuma mengaminkannya. Fobia kritik dijadikan alasan utama melarang dan menghakimi orang agar berbuat hal yang sebagaimana dirinya.

Padahal, NDP bukan tafsir kitab suci, juga bukan kumpulan hadist. Orang lupa, cak Nur yang membuat draft NDP di periode 69-an berbeda dengan Cak Nur millenium baik dari sisi usia, intelektualitas, pengalaman dan lain-lain. NDP merupakan sebuah cara pandang Islamala Cak Nur muda, yang ekstrimnya, belum tentu benar. Repotnya, kader HmI sulit memahami revolusi pemikiran seseorang yang dapat berubah seiring waktu, kontemplasi dan kedewasaan. Adalah hal biasa pemikiran masa lalu tidak lagi sesuai dengan pemikiran masa kini. Tidak ada alasan untuk takut mengkritik Cak Nur muda.

Mengkritisi NDP tidak ada hubungannya sama sekali dengan penghormatan kepada Cak Nur. Cak Nur tetap kita hormati dan terhormat dengan sendirinya ketika pemikiran-pemikirannya turut memperkaya khazanah pemikiran Islam Indonesia. Cak Nur adalah sedikit tokoh yang pemikiran briliyannya didengar betul oleh paling tidak empat presiden dari Soeharto sampai Gur Dur.


BIAS FIGUR DALAM KERJA

            Kedua, bias personalisasi dalam realitas kolektif. Sesungguhnya perumusan NDP dihasilkan dari kerja kolektif, bukan individual. Beberapa bagian NDP jelas dikerjakan oleh kader muda HmI lainnya, seperti Endang Saefudin Anshari, Saqib Mahmud, M Dawam Rahardjo dan yang lain. Bukan tidak mungkin terjadi benturan ide dan paradigma satu sama lain. Penguapan konsistensi ideologi dapat berbanding lurus pada wilayah ini.

Ketiga, pada saat itu, arus pemikiran keislaman disemarakkan oleh pertentangan yurisprudensi simbolis antara berbagai organisasi Islam tradisional dan modernis; disisi lain, terbatasnya wacana keislaman alternatif dan referensi-ditandai dengan sangat minimalnya peredaran buku-buku pemikiran keislaman berbahasa indonesia-turut memainkan peranan yang tidak sedikit pada gaya bahasa, kedalaman bahasan dan kelengkapan tema NDP. Apalagi saat itu HmI sedang berada pada dua arus besar konflik politis-ideologis dengan CGMI dan rezim transisional dari Orla ke Orba.

Dengan seluruh fenomena diatas, wacana-wacana keagamaan alternati-yang mungkin bukan sesuatu yang “luar biasa” dimasa kini-seperti mendapat  momentum. Pemikiran-pemikiran radikal, Ahmad Wahib misalnya, menjadi sesuatu yang wah diperhadapkan dengan pemikiran-pemikiran keislaman konvensional saat itu.

Pada posisi inilah kita dapat mencoba memahami mengapa dalam suatu kurun waktu yang panjang, NDP menjadi sesuatu yang khas dan sulit untuk dikoreksi. Keterjagaan momentum ini, secara alamiah, terus “dilestarikan”  dengan semakin gemilangnya tokoh-tokoh perumus NDP dalam konstelasi pemikiran sosial keagamaan di Indonesia. Hal berbeda mungkin akan kita temukan seandainya para perumus NDP berevolusi sebagai orang-orang kebanyakan sehingga tidak populer.

Akhirnya, kita juga paham mengapa banyak kader tidak memahami naskah NDP, meskipun membaca berulang kali. Ketidakmengertian dinisbahkan pada kebekuan intelektual mereka dan bukan pada naskahnya. Setiap kali selesai membaca yang berakhir dengan kebingungan, setiap kali itu pula kader seakan berkata bahwa ia ternyata begitu bodoh dan masih saja bodoh meskipun telah membaca referensi-referensi lainnya.


PENGAPURAN INTELEKTUAL

Keempat, pengapuran intelektualisme, akibat semakin menggejalanya wacana politis praktis ketimbang intelektualisme. HMI yang menang perang bharatayudha melawan PKC/CGMI dan anasir Orla lainnya seperti ketiban pulung. Gelombang besar mahasiswa yang mendaftar sebagai kader baru pasca Orla ternyata tidak berdampak signifikan pada pembaruan dan pematangan teologis. Memang format dan materi perkaderan senantiasa terus berkembang, tapi semua itu tidak dibarengi dengan peninjauan ulang seluruh nilai yang menjadi landasan ideologis HmI.

Perkembangan struktural konstelasi politik dan kesibukan lainnya membuat kader alumni-alumni HmI boleh dikata tidak dapat lagi mencurahkan sedikit perhatian kepada materi-materi utama perkaderan yang mendasar. Bahkan fenomena bombastis diatas dijadikan salah satu alasan untuk tidak menoreh ttinta merah pada materi ideologi. Apalahi yang harus diotak-atik, kalau dengan keadaan sekarang saja HmI sudah begitu besar, kader-kadernya banyak yang sudah menjadi orang dan menjadi motor diwilayah strategis.

Alaih-alih memperbarui, keberadaan NDP diperkokoh dengan polesan dalil-dalil ayat suci sebagai lampiran untuk mencuatkan dimensi keagamaan naskah tersebut. Kongres diadakan sebagai legitimasi naskah. Padahal, perangkat hukum yang menopang bagi kemungkinan diadakannya sebuah rekonstruksi naskah ideologi sudah cukup memadai.

Lengkaplah sudah mistifikasi NDP. Ia merupakan naskah suci, sakral sehingga anti kritik. Padahal, sakaralisasi pada segala sesuatu selain Allah adalah praktik kemusyrikan. (Anandito)
           



CONTOH PRES RILIS

TETAPKAN PANDUAN ORGANISASI KEMAHASISWAAN INTRA (POKI 2015)

Organisasi kemahasiswaan intra kampus merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama dalam ruang lingkup perguruan tinggi. Dalam peranannya, keberadaan organisasi kemahasiswaan berfungsi sebagai wadah untuk mahasiswa dalam menyalurkan aspirasi, mengembangkan kreatifitas, serta ikut berperan aktif dalam merumuskan berbagai macam kebijakan terutama yang berhubungan langsung dengan kemhasiswaan. Terkait pelaksanaannya, organisasi kemahasiswaan akan berjalan ideal apabila memiliki panduan organisasi kemahasiswaan, yakni sebuah panduan yang mengatur tata kelola organisasi maupun ketentuan-ketentuan yang mengatur bagaimana sebuah organisasi kemahasiswaan harus berjalan sebagaimana mestinya. Dalam hal ini, turunnya SK Dirjen 2013 menjadi jawaban agar setiap perguruan tinggi mempunyai pedoman organisasi kemahasiswaan yang ideal, yang nantinya akan diturunkan menjadi pedoman organisasi kemahasiswaan di masing-masing perguruan tinggi.

Pada tanggal 17 Desember 2015, di UIN SGD Bandung telah terselenggara musyawarah antara Tim Perumus dengan Wakil Rektor III dan Wakil Dekan III di tiap-tiap fakultas terkait pedoman organisasi kemahasiswaan yang disebut dengan POKI 2015 (Panduan Organisasi Kemahasiswaan Intra). Tim perumus sendiri dibentuk berdasarkan mandat MMU (Musyawarah Mahasiswa Universitas) dan Sidang Istimewa yang tealh merumuskan pedoman organisasi kemahasiswaan yang diantaranya terkait pembentukan Lembaga Kemahasiswaan Legislatif (SEMA) dan Lembaga Eksekutif (DEMA). Selanjutnya, ketika seluruh elemen dalam hal ini Tim Perumus bersama dengan WR III dan WADEK III telah menyepakati adanya POKI 2015, maka idealnya panduan ini akan di SK-kan oleh pejabat kampus tertinggi yakni rektor UIN SGD Bandung agar secepatnya POKI 2015 bisa disosialisasikan dan digunakan oleh mahasiswa.

Namun ternyata, hari ini realitas yang terjadi tidaklah demikian, POKI 2015 tak  kunjung di SK-kan. Apakah gerangan? Dengan adanya ketidakjelasan tersebut, hal ini kemudian menimbulkan berbagai asumsi di kalangan mahasiswa. Adanya indikasi politik antara Rektor dengan WR III adalah salah satunya. Karena dalam hal ranah kerja, WR III lah yang berhak untuk mengajukan permohonan peng-SK-an POKI kepada Rektor. Selain itu, adanya indikasi politik antara WR III dan beberapa WD III pun tak terelakkan mengingat beberapa waktu lalu sempat terdengar berita bahwa beberapa Wadek III tidak menyetujui rumusan POKI 2015. Dengan belum dikeluarkannya SK oleh rektor ini tentu menjadi pertanyaan besar bagi kita semua. Terlebih dengan sikap WR III yang cenderung lalai dalam menanggapi aspirasi mahasiswa, yang kini seolah tidak menyepakati POKI 2015 ini. Padahal, POKI 2015 telah disosialisasikan kepada mahasiswa di Student Center (SC) beberapa waktu lalu lalu. Mungkinkah adanya indikasi politik itu benar-benar terjadi? Maka untuk menjawab keresahan ini, kami dari aliansi mahasiswa menuntut:
1.      Percepat peng-SK-an POKI 2015
2.      Rektor harus bersikap tegas kepada WR III terkait peng-SK-an POKI 2015
3.      WR III harus responsif dalam penetapan ata peng-SK-an POKI 2015
4.      WD III harus secepatnya mendorong kepada WR III dalam peng-SK-an POKI
5.      Kembalikan anggaran kemahasiswaan semester ganjil dan genap


Aliansi Mahasiswa
CP:

CONTOH SAMBUTAN 2


 Assallamuallaikum.Wr.Wt.

Alhamdulillahilladzi qod akhroza nata ijal fiqri li albabil hija,
Asyhadu alla ila ha ilallah wahdahu la syarikalah wa asyhadu anna
Muhammadan abadahu wa rasuluhu, wa ba’du.

Yang terhormat Bapak Rektor UIN SGD Bandung
Yang terhormat seluruh ormawa dilingkungan UIN SGD Bandung
Yang saya cintai dan saya banggakan seluruh Mahasiswa baru UIN SGD Bandung
Selamat datang Agen Social of Control
Selamat datang Agen Social of Change
Selamat datang para penerus estafeta perjuangan bangsa
Sahabat-sahabat yang saya banggakan

            Visi UIN SGD Bandung yang ingin menjadikan Universitas yang Unggul dan kompetetif tidak dapat terimplementasikan apabila tidak ada simbiosis mutualisme seluruh civitas akademika UIN SGD Bandung tersebut juga termaktub dalam Surah Al-Maidah ayat 190-191, yang mengisyaratkan bahwa harus bisa mengintegrasikan antara fikir dan dzikir, akal dan wahyu dan otaknya albert einstein diintegrasikan dengan akhlaknya Imam Al-Ghazali.

Sahabat-sahabat Yang Saya Banggakan...

            Yang paling penting ketika mencari ilmu adalah niatnya, apalagi sahabat-sahabat sekarang telah menjadi Mahasiswa,  Ibnu Athoillah berkata dalam kitab Al-Hikam min alamatin najhi fi nihayatihi arruju’u ilallah fi bidayatihi, kalau kita ingin sukses di masa depan harus mengembalikan niat kepad Allah.

            Diwaktu sekarang, Kh Abdurrahman Wahid berkata: Hancurnya bangsa Indonesia dikarenakan para pencari ilju niatnya bukan karena agama dan nasionalisme akan tetapi karena uang dan pekerjaan.


Sahabat-sahabat jagalah kesehatan selama mengikuti OPAK.

Terakhir dari saya
Jadilah dirimu
Imanilah fikiranmu
Cerdaskanlah sahabatmu

Wallahumuwafiq illa aqwamithariq
Wassallamuallaikum Wr. Wb.




CONTOH SAMBUTAN KETUA PELAKSANA


Yang terhormat Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Yang terhormat para Dekan Fakultas
Yang terhormat Senat-senat mahasiswa fakultas
Segenap civitas Akademika UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Dan Mahasiswa Baru UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang saya banggakan

Bismillahirrahmanirrahim
Assallamuallaikum.Wr.Wt.

Tidak ada nikmat yang lebih indah dari nikmat iman dan nikmat islam, tidak ada hijrah yang lebih megah dari perjalanan jahiliyah menuju jaman ilmu pengetahuan ilmiah, maka marilah kita ucap puja serta puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya atas ridho-Nya lah kita semua masih diberi  kenikmatan tiada henti dan dapat berkumpul ditempat yang Insya Allah memberikan nilai-nilai manfaat, terkhusus bagi diri kita sebagai pribadi dan umumnya bagi khalayak banyak.

Shalawat serta salam tak lupa kita limpa curahkan kepada baginda alam yang telah membawa perubahan dalam kehidupan minadzulumaati ila nuur, yakni Rasulullah Muhammad SAW yang hingga saat ini tetap menjadi uswah al-hasanah bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman.

Pada kesempatan kali ini saya atas nama Panitia Pelaksana Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK) menyampaikan selamat datang kepada kawan-kawan mahasiswa baru di kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang kita banggakan ini. OPAK sebagai kuliah ta’aruh menjadi gerbang bersejarah bagi setiap siswa dalam memasuki gerbang perguruan tinggi, hingga beralih status menjadi mahasiswa.

Saya berharap besar, kawan-kawan menjadi pribadi yang mampu memberikan kontribusi positif terhadap kampus tercinta ini, dimulai dari kegiatan OPAK hingga perjalanan dalam menempuh ilmu ilmu di bangku perkuliahan nanti secara tertib dan teratur dengan selalu bersyukur dan ikhlas.

Kawan-kawan Yang Saya Banggakan...

Kegiatan OPAK ini merupakan kegiatan rutin yang harus diikuti oleh setiap mahasiswa baru di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Esensi dari kegiatan ini adalah upaya memberikan stimulasi kepada kawan-kawan agar mampu menyesuaikan diri dengan kondisi objektif kampus, sehingga tak sekedar mendapatkan peralihan status dari siswa menjadi mahasiswa, lebih jauh dari itu peserta diharapkan mampu mendapatkan kesadaran dalam cara pandang, cara berpikir, perubahan sikap termasuk perubahan dalam menata masa depan.

Akhirnya saya sampaikan selamat mengikuti orientasi pengenalan akademik (OPAK) ini. Semoga kegiatan ini memberikan kontribusi positif bagi kawan-kawan semua. Yakin bahwa setiap usaha yang dilakukan akan senantiasa sampai pada tujuan.

Sebagai pengingat, proklamator kemerdekaan Republik Indonesia mengatakan, “berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut gunung semeru dari akarnya, berikan satu pemuda, maka akan ku guncangkan dunia!.

Hidup Mahasiswa !

Billahitaufiq Wal Hidayah
Wassallamuallikum. Wr. Wt.



Rabu, 07 Juni 2017

CONTOH JUDUL SKRIPSI

PROPOSAL SKRIPSI
MOTIVASI MASYARAKAT MENGIKUTI KEGIATAN DAKWAH DI MASJID TARBIYAH KECAMATAN PANUMBANGAN CIAMIS

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

Oleh
Bambang Fathurakim
1144020036
KPI VI A











A.    Latar Belakang Masalah

Pengajian merupakan salah satu wadah pembentuk jiwa dan kepribadian yang agamis yang berfungsi sebagai stabilisator dalam seluruh gerak aktivitas kehidupan umat Islam, maka sudah selayaknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islami mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat, sehingga tercipta insan-insan yang memiliki keseimbangan antara potensi intelektual dan mental spiritual dalam upaya menghadapi perubahan zaman yang semakin mengglobal dan maju.
Adanya pengajian di tengah-tengah masyarakat bertujuan untuk menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong pengalaman ajaran agama, sebagai ajang silaturahmi anggota masyarakat, dan untuk meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jamaahnya pengajian juga berguna untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT, menjadi taman rohani, ajang silaturrahim antara sesama muslim, dan menyampaikan gagasan-gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.
 Selain sebagai Institusi Pendidikan Islam non-formal, pengajian juga merupakan lembaga dakwah yang memiliki peran strategis dan penting dalam pengembangan kehidupan beragama bagi masyarakat. Pengajian sebagai Institusi Pendidikan Islam yang berbasis masyarakat memiliki peran yang strategis terutama terletak pada upayanya mewujudkan learning society, suatu masyarakat yang memiliki tradisi belajar tanpa di batasi oleh usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan dapat menjadi wahana belajar, serta menyampaikan pesan-pesan keagamaan, wadah mengembangkan silaturahmi dan berbagai kegiatan kegamaan lainnya, bagi semua lapisan masyarakat.
Islam sebagai agama yang menjadi pedoman hidup bagi manusia mencakup seluruh kehidupan manusia. Di samping sebagai pedoman hidup, Islam menurut para pemeluknya juga sebagai ajaran yang harus di da’wahkan dan memberikan pemahaman berbagai ajaran yang terkandung di dalamnya. Sarana yang dapat dilakukan dalam mentransformasikan nilai-nilai agama tersebut antara lain melalui pengajian yang berfungsi memberikan pemahaman tentang nilai-nilai ajaran tersebut. Hal ini dilakukan sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nahl ayat 125.
ادْعُ Ø¥ِÙ„َÙ‰ٰ سَبِيلِ رَبِّÙƒَ بِالْØ­ِÙƒْÙ…َØ©ِ ÙˆَالْÙ…َÙˆْعِظَØ©ِ الْØ­َسَÙ†َØ©ِ ۖ ÙˆَجَادِÙ„ْÙ‡ُÙ…ْ بِالَّتِÙŠ Ù‡ِÙŠَ Ø£َØ­ْسَÙ†ُ ۚ Ø¥ِÙ†َّ رَبَّÙƒَ Ù‡ُÙˆَ Ø£َعْÙ„َÙ…ُ بِÙ…َÙ†ْ ضَÙ„َّ عَÙ†ْ سَبِيلِÙ‡ِ ۖ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø£َعْÙ„َÙ…ُ بِالْÙ…ُÙ‡ْتَدِينَ
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah [845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Di dalam Al-Quran diterangkan, sekalipun Islam menekankan tanggung jawab perseorangan dan pribadi bagi manusia dan menganggapnya sebagai asas, ia tidaklah mengabaikan tanggung jawab sosial yang menjadikan masyarakat sebagai masyarakat yang solidaritas, berpadu dan bekerja sama membina dan mempertahankan kebaikan.
Menurut Hasan bin Al-Hiujazi, masyarakat memiliki peranan yang besar dalam membina individu. Setiap individu akan terpola dalam masyarakat dan terpengaruh oleh apa yang ada didalamnya baik berupa pemikiran maupun tingkah laku.
Adanya pengajian yang semakin maraknya saat ini, tentu saja memiliki dampak positif bagi kehidupan masyarakat baik dalam kehidupan jamaahnya maupun masyarakat umum dalam tingkah laku sehari-hari. Ajaran Islam yang terus berjalan secara tradisional seperti pengajian rutin yang dilaksanakan setiap hari minggu di Mesjid Tarbiyah merupakan suatu tindakan yang positif, ini merupakan sebuah wadah untuk membentuk akhlak dan meningkatkan ketauhidan seseorang yang selama ini bisa dikatakan  sudah mengalami kemerosotan moral. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa pengajian setiap hari minggu di Mesjid Tarbiyah patut dijadikan sebagai landasan dasar untuk dibahas dalam skiripsi ini. Pertama, pengajian setiap hari minggu ini sudah berjalan tujuh tahun namun jamaah  tidak pernah berkurang. Menurut hasil wawancara dengan bapak Asep Didin (pendiri Mesjid Tarbiyah) pada tahun 2014 hingga sekarang amaah pengajian dimesjid Tarbiyah ± 90 orang, yang pada awalnya hanya berkisar 30 sampai 50 orang.  Secara tidak langsung pengajian rutin ini memiliki nilai ketertarikan tersendiri. Selain itu jamaah pengajian Tarbiyah  di nilai semangat dalam mengikuti pengajian dilihat dari ke aktipan mereka dalam bertanyak   tentang materi  yang disampaikan da’i nya.
Pengajian ini juga menjadi tolak ukur kebutuhan masyarakat di sekitar mesjid Tarbiyah. Pelaksanaannya masih sederhana seperti di daerah lain, lebih jelasnya pengajian itu di awali dengan pembacaan kitab suci Al-Quran secara tartil, ceramah agama, tanyak jawab,  kemudian di tutup dengan do’a bersama yang dipandu oleh pembawa acara.
Kedua, jamaah pengajian ini sebagian besar bukan penduduk asli Panumbangan melainkan pendatang dari desa lain seperti galuh dll. Padahal kalau ditinjau di lapangan hususnya di kota Ciamis banyak pengajian-pengajian rutin yang berbasis Islam, seperti pengajian di Mesjid Raya lama kota ciamis yang diadakan setiap hari minggu pagi, pegajian wirid yasin ibu-ibu, bahkan di kampung-kampung banyak pengajian rutin tentang keagamaan.
Ketiga,  pengajian ini berjalan dengan sukses ditengah keberadaan masyarakat yang diketahui secara umum memiliki kesibukan yang konplek seperti pedagang, buruh, petani dll.
Dari fenomena di atas menurut hemat penulis, ada sesuatu yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Banyaknya jama’ah yang mengikuti pengajian di Mesjid Tarbiyah terbukti mengindikasikan tentang adanya sebuah dorongan atau motiv tertentu dalam diri masyarakat sehingga banyak orang mengikuti kegiatan pengajian dan aktif menjadi jamaah dalam rangka belajar ilmu agama, atas dasar inilah penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dengan judul “Motivasi Masyarakat Mengikuti Kegiatan Dakwah di Mesjidn tarbiyah Kecamatan Panumbangan”.


B.     Batasan Istilah
Guna menghindari kesalahpahaman dan keraguan terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam skripsi ini, maka penulis merasa perlu memberikan penjelasan-penjelasan istilah  sebagai berikut:
1.      Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.  Motivasi yang dimaksud disini adalah dorongan masyarakat Kecamatan Panumbangan mengikuti pengajian rutin yang dilaksanakan di mesjid Tarbiyah.
2.      Masyarakat Menurut mayo dalam kutipan Aisyah Nur mendefenisikan masyarakat dapat di artikan dalam dua konsep, yaitu  masyarakat sebagai tempat bersama dan masyarakat sebagai kepentingan bersama berdasarkan kebudayaan dan identitas.  Dengan demikian berdasarkan pengertian diatas bahwa dalam penelitian ini yang dimaksud masyarakat adalah warga yang tinggal/berada di kecamatan panumbangan yang ikut serta dalam mengikuti pengajian rutin yang dilaksanakan di Mesjid Tarbiyah Kecamatan Panumbangan Ciamis.
3.      Kegiatan dakwah ialah segala kegiatan yang berbasis Islam baik ia dilaksanakan secara individual atau kelompok.  Kegiatan dakwah yang dimaksud disini adalah khusus pengajian, sedangkan pengajian dalam penelitian ini pengajian rutin yang dilakasanakan di Mesjid Tarbiyah Sabungan Jae setiap hari Minggu.
4.      Mesjid adalah tempat beribadah umat Islam, namun masjid bukan hanya tempat untuk shalat saja, dapat juga dipergunakan untuk kepentingan sosial, misalnya tempat belajar.  Jadi dalam penelitian ini adalah mesjid sebagai tempat ibadah ummat Islam dan melakukan kegiatan dakwah lainnya seperti pengajian yaitu di Mesjid Tarbiyah Kecamatan Panumbangan Ciamis.



C.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah apa motivasi masyarakat mengikuti kegiatan dakwah di Mesjid Tarbiyah Kecamatan Panumbangan Ciamis yang dilaksanakan setiap hari minggu.
D.    Tujuan Penelitian
Mengetahui apa motivasi masyarakat mengikuti kegiatan dakwah  di mesjid Tarbiyah Kecamatan Panumbangan Ciamis yang dilaksanakan setiap hari minggu.
E.     Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
1.      Bahan pertimbangan bagi da’i khususnya dan umumnya seluruh para da’i di kecamatan panumbangan dalam meberikan pembinaan sehubungan dengan  pemberian motivasi terhadap Mad’u/jamaah pengajian.
2.      Bahan masukan bagi da’i di Mesjid Tarbiyah, dalam upaya memberikan motivasi terhadap seluruh jamaahnya di pengajian Tarbiyah.
3.      Langkah awal bagi penulis dalam melaksanakan penelitian, dalam rangka melatih dan menganalisa pembahasan penelitian ini.
4.      Bahan pertimbangan bagi kalangan yang ingin melakukan penelitian pada permasalah yang berkenaan dengan penelitian ini.


a.       Tinjauan Pustaka
1)      Kajian Terdahulu
Studi pendahuluan juga dapat membantu peneliti untuk menentukan cara pengolahan dan analisis data yang sesuai digunakan, yaitu berdasarkan perbandingan terhadap apa yang telah dilakukan para peneliti sebelumnya. Adapun penelitian terdahulu yang sudah pernah dilakukan diantaranya adalah:
Endang Sih Handayani, “Motivasi Ibu-Ibu Mengikuti Pengajian Muslimat NU di Troso Kecamatan Karanganon  Kabupaten Klaten”, penelitian ini berbentuk Skripsi yang dibuat pada tahun 2009. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Motivasi ibu-ibu mengikuti pengajian  muslimat NU di desa Troso Kecamatan Karanganon  Kabupaten Klaten secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni mengikuti pengajian dengan motivasi sosiogenesis dan mengikuti pengajian dengan motivasi theogenesis baik dengan motivasi tunggal maupun dengan motivasi ganda.
Ahmad Indrajet, “Motivasi Masyarakat Dalam Mengikuti Pengajian Di Majelis Ta’lim Pondok Pesantren Metal Rejoso”, penelitian ini berbentuk Skripsi yang dibuat pada tahun 2009. Hasil penelitian ini menemukan bahwa motivasi masyarakat dalam mengikuti pengajian di majelis ta’lim
Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan adalah adanya ketergantungan terhadap kyai atau bisa dikatakan sebagai da’i seperti kiyai Bakar. Kyai Bakar merupakan salah satu faktor pendorong masyarakat termotivasi mengikuti pengajian ini. Sosok kiyai Bakar dengan keluasan dan pengetahuan ilmu agama yang mempunyai, kesahajaan, kesederhanaan, dan kerendahan hati serta kebijaksanaan dalam pilihan kata dalam setiap pelajaran agamanya merupakan hal yang menjadi pertimbangan masyarakat mengikuti pengajian ini.
Dalam penelitian ini, peneiti melihat objek kajian yang beda dengan kajian terdahulu, kajian pertama membahas tentang tingkatan motivasi bagi masyarakat dalam mengikuti pengajian, sedangkan dalam penelitian ini lebih mempokuskan tentang alasan termotivasinya masyarakat kecamatan panumbangan mengikuti pengajian tersebut.
 Kedua, penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada permasalahan dan kelebihan seorang dai, sedangkan dalam penelitian ini lebih fokus untuk jamaah pengajian di  Mesjid Tarbiyah Sabungan Jae.

1.      Landasan Teori
a.       Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa Latin, movere yang berarti bergerak atau bahasa Inggrisnya to move. Motiv diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (driving force).
Jadi motivasi adalah keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Sedang menurut Plotnik, motivasi mengacu pada berbagai faktor fisiologi dan psikologi yang menyebabkan seseorang melakukan aktivitas dengan cara yang spesifik pada waktu tertentu.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) penggerak seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
b.      Kebutuhan dan Teori Tentang Motivasi
Apa dorongan seseorang melakukan suatu aktivitas? Pertanyaan ini cukup mendasar untuk mengkaji soal teori tentang motivasi. Dari pertanyaan itu kemudian memunculkan pertanyaan adanya “Biogenic Theories” dan “Sociogenic Theories”. “Biogenic Theories” yang menyangkut proses biologis, seperti insting dan kebutuhan-kebutuha biologis. Sedangkan yang “Biogenic Theories” lebih menekankan adanya pengaruh kebudayaan/kehidupan masyarakat. Arti kedua pandangan itu dalam perkembangannya akan menyangkut persoalan-persoalan insting, fisikologis, dan pola-pola kebudayaan.
Menurut Morgan manusia hidup dengan berbagai kebutuhan, yaitu:
1)      Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk sesuatu aktivitas
Hal ini sangat penting bagi seseorang, karena perbuatan sendiri itu mengandung suatu kegembiraan baginya. Hal ini dapat dihubungkan denga suatu kegiatan belajar bahwa pekerjaan atau belajar itu akan berhasil kalau disertai dengan rasa gembira.
2)      Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain
Banyak orang yang dalam kehidupannya memiliki motivasi untuk banyak berbuat sesuatu demi untuk orang lain. Harga diri seseorang dapat di nilai dari berhasil tidaknya usaha memberikan kesenangan pada orang lain. Hal ini sudah barang tentu merupakan kepuasan dan  kebahagiaan tersendiri bagi orang yang melakukan kegiatan tersebut.
3)    Kebutuhan untuk mencapai hasil
Sesuatu pekerjaan atau kegiatan belajar itu akan berhasil baik kalau disertai dengan pujian. Aspek pujian ini merupakan dorongan bagi seseorang untuk bekerja dan belajar dengan giat. Apabila hasil pekrjaan atau belajar itu tidak di hiraukan orang lain, guru, atau orang tua misalnya, boleh jadi kegiatan seseorang akan berkurang, dalam kegiatan belajar mengajar perlu di kembangkan unsur reinforcement.
4)    Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan
Suatu kesulitan atau hambatan mungkin cacat, mungkin menimbulkan rasa rendah diri, tapi hal ini menjadi dorongan untuk mencari konpensasi dengan usaha yang tekun dan luar biasa, sehingga tercapai keunggulan/kelebihan dalam bidang tertentu. Sikap seseorang dalam kesulitan atau hambatan ini sebenarnya banyak tergantung pada keadaan dan sikap lingkungan. Sehubungan dengan ini maka peranan motivasi sangat penting dalam upaya menciptakan kondisi-kondisi tertentu yang lebih kondusif bagi mereka untuk berusaha agar memperoleh keunggulan. 
Relevan dengan soal kebutuhan itu maka timbullah teori tentang motivasi. Teori tentang motivasi ini lahir dan awal pekembangannya ada di kalangan para pisikolog. Ada beberapa macam teori tentang motivasi, yaitu:
1.      Teori Insentif, yaitu teori yang mengatakan bahwa seseorang akan bergerak atau mengambil tindakan karena ada insentif yang akan dia dapatkan, misalnya, Anda mau bekerja dari pada sampai sore karena anda tahu bahwa Anda akan mendapatkan intensif berupa gaji. Jika anda tahu akan mendapatkan penghargaan, maka Anda pun akan bekerja lebih giat lagi.
2.      Dorongan Bilogis, dalam hal ini yang dimaksud bukan hanya masalah seksual saja. Termasuk di dalamnya dorongan makan dan minum. Saat ada sebuah pemicu atau rangsangan, tubuh kita akan bereaksi, sebagai contoh: saat kita sedang haus, kita akan lebih haus lagi saat melihat segelas sirup dingin kesukaan Anda. Bisa dikatakan ini adalah dorongan fitrah atau bawaan kita sejak lahir untuk mempertahankan hidup dan keberlangsungan hidup.
3.      Teori Hirarki Kebutuhan, Teori ini dikenalkan oleh Maslow sehingga kita mengenal Hirarki Kebutuhan Maslow. Teori ini menyajikan alasan lebih lengkap dan bertingkat. Mulai dari kebutuhan fiskiologis, kebutuhan akan kemanan, kebutuhan akan pengakuan sosial, kebutuhan penghargaan, sampai kebutuhan akan aktualisasi diri.
4.      Takut kehilangan kepuasan, Teori ini mengatakan bahwa pada dasarnya ada dua faktor yang memotivasi manusia, yaitu takut kehilangan dan demi kepuasan (terpenuhinya kebutuhan). Takut kehilangan adalah adalah ketakutan akan kehilangan yang sudah dimiliki. Misalnya seseorang yang termotivasi berangkat kerja karena takut kehilangan gaji, ada juga orang yang giat bekerja demi menjawab sebuah tantangan, dan ini termasuk faktor kepuasan.
5.      Kejelasan tujuan, teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).

c.       Motivasi Dalam Al-Qur’an
Ketika manusia melakukan perbuatan sadar atau tidak, sebenarnya ia di gerakkan oleh suatu sistem dalam dirinya yang disebut dengan nafs. Sistem nafs disamping mampu memahami dan  merasa, juga mendorong manusia untuk melakukan sesuatu yang dibutuhkan. Jika penggerak tingkah laku atau motiv telah mulai bekerja scara kuat pada seseorang maka ia mendominasi seseorang dan mendorognya untuk melakukan suatu perbuatan.
Dalam sistem nafs, motiv bersifat fitri, dalam arti bahwa manusia memiliki kecendurungan dan potensi yang berlaku secara universal. Isyarat tentang adanya penggerak tingkah laku manusia (motiv) dipaparkan al-quran dalam surat Yusuf ayat 54:
     • • •       •    
Artinya: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS, Yusuf, 12:53).

Ayat diatas secara jelas mengisyaratkan adanya sesuatu didalam sistem nafs yang menggerakkan tingkah laku manusia yang mengajak pada kejahatan.
d.      Pengertian Masyarakat
Dalam bahasa Inggiris masyarakat adalah society yang berasal dari bahasa socius artinya kawan, sedangkan kata masyarakat berasal dari bahasa Arab yaitu Syirk artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentunya ada bentuk-bentuk aturan hidup yang bukan disebabkan oleh manusia seseorang melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
Dengan demikian berarti dapat di kemukakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berintraksi menurut suatu sistem, adat-istiadad tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh rasa identitas bersama.
Ralph Linton menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri merka dengan menganggap diri mereka sebagai kesatuan sosial dengan batas yang dirumuskan dengan jelas (dalam Soerjono 1977).
e.       Tipologi Masyarakat
Masyarakat sebagai penerima dakwah sasaran dakwah atau kepada siapa dakwah akan di tujukan, merupakan kumpulan individu dimana benih materi dakwah akan di atur. Oleh sebab itu maka masalah masyarakat ini hendaknya dipelajari dengan sebaik-baiknya, untuk ini seorang da’i hendaknya melengkapi dirinya dengan ilmu jiwa, lmu masyarakat, ilmu politik, sejarah, antropologi, dan hal lainya yang berkaitan dengan masyarakat dalam mengetahui keadaan masyarakat perlu dilakukan klasifikasi.
Tinjauan masyarakat dari sudut pandang tipologi ini dapat ditarik dari aspek adanya krakteristik suatu masyarakat. Berangkat pemahaman di atas, terdapat beberapa tipe masyarakat yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1)      Tipe innovator
Masyarakat yang memiliki ciri innovator adalah masyarakat yang memiliki kemauan keras pada setiap fenomena sosial yang sifatya membangun . anggota masyarakat yang bersifat inovator pada hakekatnya sangat agresif dan tergolong memiliki kemampuan antisifasif dalam setiap langkah.
2)      Tipe pelopor
Masyarakat tipe pelopor dalam menerima pembaharuan bersikap selektif, karena pertimbangan bahwa tidak semua pembaharuan dapat membawa perubahan yang positif, mungkin saja negatif. Atas dasar pandangan di atas masyarakat sangat hati-hati dan melangkah dengan jalan terlebih dahulu mempelajari ide/gagasan pembaharuan itu setiap langkahnya senantiasa berorentasi kedalam masyarakatnya.


3)    Tipe pengikut dini
Tipe masyarakat pengikut dini umumnya merupkan masyarakat yang masih sederhana. Kelompok ini umumnya kurang siap dalam mengambil resiko dan umumnya lemah mental.
4)    Tipe pengikut akhir
Masyarakat pengikut akhir memiliki sifat sangat berhati-hati, yang membawa dampak anggota masyarakatnya terlebih dahulu bersikap skeptis terhadap sikap pembaharuan yang masuk pada masyarakat itu. Karena faktor ke hati-hatian mereka maka setiap gerakan pembaharuan memerlukan waktu dan pendekatan yang sesuai dengannya untuk mempengaruhi masyarakat tersebut.
5)    Tipe kolot
Ciri utama dari masyarakat kolot adalah tidak mau menerima pembaharuan sebelum mereka benar-benar mendesak oleh lingkungannya, masayarakat ini masih tertumpu pada tradisionalisme yang statis. Kebanyakan mereka menolak informasi-infornasi yang telah berkembang.
f.    Masalah Dakwah di Masyarakat Kota dan Masyarakat Desa.
Ada beberapa masalah yang perlu kita jawab sehubungan dengan dakwah Islam di desa dan dikota, masalah tersebut diantaranya adalah:
1)      Seiramakah dakwah di masyarakat perkotaan dan pedesaan?
2)      Adakah perbedaan pokok dakwah di  kota dan pedesaan? 
Kecendurngan masyarakat kota, terutama pada lafisan atasnya adalah seperti penuh dengan kesibukan, hidup nafsi-nafsi, terlalu sabar akan martabat harga diri, mempunyai gaya hidup yang terus makin tingggi dalam memenuhi kesenangan, tetapi juga terhadap kehidupan rohani yang dapat memberikan perasaan tenteram dan damai setelah keperluan serba ada dan kesenangan duniawi dipenuhi. Sedangkan di masyarakat pedesaan yang menjadi masalah penting dalam dakwah ialah adanya lapisan-lapisan atas dan bawah dalam arti sosial, ukuran kaya dan miskin, maju dan terbelakang dalam ukuran pendidikan formal dll. Maka  metode pendidikan yang dapat dilakukan adalah melalui tablig, atau ceramah agama, dilakukan pula pendekatan yang bersifat sosial, ekonomi, dalam arti meningkatkan tarap hidup mereka jadi ada usaha yang bersifat mengurangi beban hidup mereka, untuk kemudian dibina kearah kehidupan sejahtera menjadi jembatan untuk kehidupan beragama yang sesungguhnya.
f.       Pengertian Pengajian
Pengajian berasal dari kata kaji yang artinya pelajaran agama  penyelidikan (tentang sesuatu).  Pengajian  Mendapat awalan peng- dan akhiran-an menjadi pengajian yang berarti kegiatan untuk melakukan pengajaran (agama Islam), menanamkan norma agama melalui dakwah pembacaan Al-Quran. Pengertian secara terminologis adalah penyelenggaraan atau kegiatan belajar agama Islam yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat yang dibimbing atau diberikan oleh seorang guru ngaji (da’i) terhadap beberapa orang.
g.      Bimbingan Dalam Pelaksanaan Dakwah/Pengajian
Peraturan perundang -undangan yang mengatur tentang bimbingan dakwah  penyiaran agama ada tiga peraturan berdasarkan instruksi mentri agama nomor 3 tahun 1962, yang meliputi:
1)      Dakwah/khutbah/ceramah agama agar benar-benar dilaksanakan sesuai dengan hakeket dakwah agama.
2)      Agama dilaksanakan dalam rangka membantu usaha mewujudkan pembinaan ummat yang taat pada ajaran agama dan pancasila.
3)      Agama dalam hubungannya dengan masalah politik berpedoman kepada prinsipnya bahwa pengkajian pemikiran politik secara ilmiah bersifat perbandingan dengan ajaran agama masing-masing, tidak melontarkan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan pihak lain.
Sedangkan menurut kajian Islam bimbingan dalam pelaksanaan dakwah atau pengajian telah di atur dalam Al-Quran yaitu, sebagai berikut:
1)      Dakwah harus dengan bijaksana, memberi nasehat dan berdiskusi yang baik (An-Nahl: 125).
2)      Tidak mencaci sembahan orang lain (Al-An a’m: 08).
3)      Tabah atas perkataan-perkataan orang lain dan hijrah kalau diperlukan (Al-Muzzamal: 10).
4)      Tidak boleh kasar, berikan maaf, mintakan ampun pada Allah musyawarahkan dengan mereka, tawakkal kepada Allah (Al-Imran: 159).
5)      Berikan nasehat dengan Al-Quran (Qof: 45).
6)      Merendahkan diri pada pengikut kebenaran/yang beriman (Asy-Syuara: 215).
7)      Tidak memaksakan dengan kekerasan (Qaf: 45).


h.      Unsur-Unsur Pengajian
Pada pelaksanaan dakwah perlu diperhatikan unsur-unsur yang terkandung didalamnya, sama halnya dengan kegiatan pengajian unsur-unsur pengajian juga penting untuk pelaksanaan pengajian. Unsur-unsur tersebut meliputi:
1)      Da’i (juru dakwah) da’i adalah subyek atau orang yang melaksanakan dakwah baik secara lisan maupun tulisan ataupun perbuatan, baik secara individu maupun kelompok, yang berbentuk organisasi atau lembaga. Semua pribadi muslim secara otomatis berperan sebagai juru dakwah artinya orang yang harus menyampaikan atau dikenal sebagai komunikator dakwah atau pengajian.
Menurut Toto Tasmara dalam bukunya Komunikasi Dakwah menjelaskan semua pribadi muslim secara otomatis berperan sebagai juru dakwah namun orang yang seharusnya berperan lebih intensip sebagai komunikator adalah mereka yang memang mempunyai profesi atau memang sengaja mengkonsentrasikan dirinya mengaji mutiara-mutiara ilmu serta ajaran agama Islam untuk disampaikan kepada orang lain sehingga ilmu dan ajaran agamanya tersebut dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain.
2)      Mad’u (jamaah pengajian) yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah baik sebagai individu maupun kelompok, beragama Islam atau tidak, dengan kata lain manusia secara keseluruhan.
3)      Materi dakwah (maddah) adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan dakwah kepada mad’u dalam hal ini jelas bahwa yang menjadi maddah adalah ajaran Islam. Yang dijadikan maddah dakwah itu pada garis besarnya hal-hal yang berkenaan dengan akidah, syariah, ibadah, muamalah, dan akhlak.
4)      Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain dapat menyebutkan bahwa metode berarti cara yang  telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud. Metode dakwah terdiri dari tiga cakupan yaitu:

a.       Al-Hikmah, Hikmah bentuk masdarnya  hukman yang artinya mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezhaliman.
b.      AL-Mau’idza Al-Hasanah. Menurut Hasanuddin Al-Mau’idza Hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasehat dn menghendaki nasehat dan manfaat kepada mereka dengan al-quran.
c.       Almujadalah Billati Hiya Ahsan. Dari segi istilah Mujadalah adalah upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya.

i.        Pengembangan Majelis Taklim/Pengajian Islam
Ada beberapa upaya dalam rangka pengembangan majelis taklim atau pengajian diperkotaan atau di pedesaan, diantaranya adalah:
1)      Membina da’i yang berkualitas dengan pendidikan yang memadai dan pengetahuan luas. Upaya ini dilakukan untuk mendorong peningkatan pengetahuan para da’i.
2)      Jadwal tersusun dengan baik dan tertib.
3)      Materi yang disajikan tersusun dengan baik dan lengkap agar Islam diketahui secara utuh dan benar (kaffah).
4)      Mempergunakan tegnologi komunikasi sebagai upaya melestrikan kegiatan dakwah di pengajian.
5)      Perlu adanya pembinaan da’i dan pengajian oleh departemen agama agar pertumbuhan dan perkembangan pengajian dapat saling berkesinambungan dalam kualitas dan kuantitas.
6)      Menggalakkan perpustakaan pada majelis taklim baik diperkotaan maupun dipedesaan agar pengetahuan para da’i dan jamaah selalu meningkat.
7)      Penataran baigi pengelola pengajian perlu di adakan agar kualitas pengajian tersebut dapat terjaga.

j.        Motivasi Terhadap Tingkah Laku Dalam Proses Dakwah
Dalam berdakwah pengetahuan adalah penting, metode dakwah juga sangat penting. Tetapi sesungguhnya yang paling penting dan menjadi pokok persoalan segala sesuatu adalah motivasi. Sering kita melihat seorang yang miskin dalam ilmu pengetahuan, tidak hanya pengetahuan keagamaan tetapi juga ilmu dunia, bahkan hampir-hampir buta huruf. Tetapi mereka memiliki satu keunggulan diatas yang lainnya, diatas rekan-rekannya, yakni memiliki semangat motivasi yang lebih tinggi. Hasilnya adalah bahwa mereka selalu jauh lebih berhasil di dalam dakwahnya dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang kurang memiliki motivasi.
Di dalam proses kegiatan dakwah, faktor motivasi menjadi penentu bagi keberhasilannya. Adapun tujuan motivasi bagi seorang da’i adalah menggerakkan atau memacu objek dakwah (mad’u) agar timbul kesadaran membawa perubahan tingkah laku sehingga tujuan dakwah dapat tercapai. Dan seorang da’i dituntut untuk mengarahkan tingkah laku mad’u sesuai dengan tujuan dakwah kemudian menopang tingkah laku mad’u dengan menciptakan lingkungan yang dapat menguatkan dorongan-dorongan tersebut. Namun, tidak semua motivasi yang telah direncanakan tersebut berjalan mulus tanpa sandungan sedikitpun. Permasalahan seringkali muncul yang berkaitan dengan pemberian motivasi dalam dakwah, yaitu ketika da’i dalam mengarahkan tingkah laku mad’u tidak sesuai dengan tujuan dakwah tersebut, seperti pribadi da’i yang mungkin kurang dapat diterima, seperti watak yang keras, kaku, angkuh, sombong, materialistis, sifat yang tidak terpuji dan tingkah laku yang tidak mencerminkan seorang da’i, juga dari materi yang disampaikan kurang tepat sasaran, tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak sesuai dengan kadar kemampuan, juga dari teknis penyampaian dakwah tidak sesuai dengan keadaan yang menerima, dan dari alat yang dipergunakan tidak banyak menunjang keberhasilan dakwah, serta dari tujuan tidak jelas dan mungkin belum dihayati sehingga proses dakwah berjalan tanpa arah.
Dalam teori motivasi terdapat yang disebut dengan virus mental, itu tak lain adalah motive psikologis dalam diri manusia yang mampu mendorong untuk berusaha dengan giat memperoleh sukses yang lebih besar, dan motive demikian inilah yang sangat diperlukan dalam proses modernisasi masyarakat yang sedang membangun.
Bila hal tersebut dimanfaatkan dalam proses da’wah/ penerangan agama maka jelaslah bahwa yang harus diperbuat oleh juru da’wah/ penerang Agama adalah menjiwai motive tersebut dengan ajaran agama sehingga bagi dirinya menjadi sesuatu religious reference (pola dasar hidup keagamaan) yang dinamis, bukan statis.
Dalam usaha penjiwaan tersebut instink religious (naluri agama) yang ada dalam setiap diri manusia perlu dibangkitkan melalui berbagai metode, dengan mengingat corak lingkungan hidup dan sosio-kulturilnya, tingkat pendidikan, tingkat usia, peradaban, serta sosio-ekonomisnya.
Berbagai teori tenang pengaruh motivasi terhadap perilaku manusia dapat di kemukakan antara lain dapat dilihat pendapat Floyd L. Ruch, motivasi itu sangat konpleks dan dapat mempengaruhi tingkah laku manusia dalam 3 cara, yaitu:
1)      Motiv dapat memungkinkan pola rangsangan dari luar diri manusia mengalahkan rangsangan lain dan menyainginya, misalnya seorang anak yang mencium bau gorengan yang sedap pada waktu dalam keadaan lapar tidak dapat lagi berpengaruh oleh rangsangan lain yang bersifat visual.
2)      Motiv dapat membawa seseorang terikat dalam satu kegiatan tertentu sehingga ia dapat menemukan objek atau stuasi khusus diluar dirinya seperti bila waktu makan telah datang maka orang lalu menghentikan pekerjaan yang sedang ia kerjakan dan beralih pada kegiatan mencari makanan.
3)      Motiv dapat menimbulkan kekuatan untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih berat tidak hanya mendorong kearah tujuan tertentu untuk memenuhi kebutuhan khusus saja, akan tetapi kekuatan dorongan tersebut menjadi lebih umum sifatnya.  Jadi suatu rangsangan yang datang dari luar mampu menimbulkan suatu tenaga yang dapat di arahkan pada tujuan yang terkendalikan oleh faktor yang memberikan rangsangan tersebut. Hubungan ini dalam proses dakwah dimana juru dakwah sebagai faktor pemberi rangsangan dakwah dapat mengarahkan respon (jawaban) sipenerima dakwah kepada tujuan dakwah yakni timbulnya proses belajar pada sipenerima materi dakwah yang di motivasikan kepadanya.

G.    Metodologi Penelitian
1.    Waktu Dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini bertempat di Mesjid Tarbiyah yang terletak di Sabungan Jae kec. Padangsisimpuan hutaimbaru. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini karena sepengetahuan peneliti belum ada yang meneliti tentang motivasi masyarakat mengikuti pengajian di Mesjid Tarbiyah Kecamatan Panumbangan Ciamis. Disamping itu juga Mesjid ini merupakan media dakwah yang mengutamakan kegiatan keagamaan seperti pengajian rutin yang diminati berbagai masyarakat di kota Padangsidimpuan sehingga peneliti ingin mengetahui apa motivasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan dakwah khususnya pengajian rutin yang dilaksanakan setiap hari minggu. Pelaksanaan penelitian ini diupayakan terlaksana mulai bulan Oktober  2015 sampai selesai.
2.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, yaitu memaparkan tentang motivasi masyarakat mengikuti pengajian di Mesjid Tarbiyah Kecamatan Panumbangan Ciamis. Untuk itu penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Mohammad Nazir menjelaskan:
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas pemikiran pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif ini membuat gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

Berdasarkan pendapat di atas, penelitian yang dilaksanakan tidak hanya terbatas kepada pengumpulan data dan informasi, tetapi dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data untuk mengetahui apa motivasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan dakwah di Mesjid Tarbiyah Sabungan Jae secara sistematis dan akurat.
3.    Sumber Data
Sumber data penelitian ini terdiri dari dua macam sumber, yaitu sumber data primer dan sekunder. Untuk  lebih jelasnya sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.    Sumber data primer atau data pokok yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah Da’i yang terdiri dari dua orang,  jamaah pengajian yang aktif dalam mengikuti pengajian rutin di Mesjid Tarbiyah Sabungan Jae setiap hari Mingggu berjuah 10 orang, 6 orang dari jamaah perempuan dan 4 orang dari jamaah laki-laki.
b.    Sumber data sekunder adalah sumber data pelengkap yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu  pendiri Mesjid Tarbiyah 1 orang, najir Mesjid Tarbiyah yang aktif sampai sekarang 1  orang, dan data pendukung lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
4.    Teknik Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.    Interview bebas
Metode interview adalah suatu percakapan, tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang sudah berhadapan secara fisik dan diarahkan pada masalah tertentu. Ada tiga pertanyaan dalam metode ini:
1)    Pertanyaan berstruktur. Pertanyaan berstruktur adalah pertanyaan yang memberi struktur pada responden dalam menjawabnya. Pertanyaan ini dibuat sedemikian rupa sehingga responden dituntut untuk menjawabnya sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan.
2)    Pertanyaan tidak berstruktur. Berbeda dengan pertanyaan berstruktur, pertanyaan tak berstruktur memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab semua pertanyaan, oleh karena itu jenis pertanyaan ini disebut pula dengan pertanyaan terbuka (open question).
3)    Campuran. Jenis pertanyaan ini adalah campuran antara pertanyaan berstruktur dan tidak berstruktur. Dari ketiga model interview di atas, penulis menggunakan jenis ketiga yaitu pertanyaan dengan teknik campuran. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudahkan responden dalam memberikan keterangan, dalam metode ini untuk mendapatkan data yang berkenaan dengan tema atau masalah penelitian, digunakan wawancara mendalam.
b.    Observasi atau pengamatan, yaitu “kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca indera lainnya”. Observasi yang dilaksanakan adalah observasi langsung, yaitu “pengamatan yang dilakukan secara langsung pada objek yang diobservasikan”. Dalam hal ini melakukan pengamatan langsung terhadap interaksi Da’i dan jamaahnya dalam proses pelaksanaan pengajian rutin yang di adakan di Mesjid Tarbiyah.
5.    Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dalam bentuk analisis induktif, yaitu “pengambilan kesimpulan dimulai dari pernyataan fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan yang bersifat umum”.
Dengan demikian proses berpikir induktif dimulai dari teori-teori yang bersifat khusus menuju fakta-fakta atau data yang bersifat umum berdasarkan pengamatan dari lapangan atau pengalaman empiris. Data yang berbentuk keterangan atau pendapat akan di analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.    Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data primer dan data sekunder dengan topik pembahasan.
b.    Kelengkapan data yang telah diperoleh untuk mencari  data yang masih kurang dan mengesampingkan data yang tidak dibutuhkan.
c.    Deskripsi data, yaitu menguraikan data yang telah terkumpul dalam rangkaian kalimat yang sistematis sesuai dengan sistematika pembahasan.
d.    Menarik kesimpulan dengan merangkum pembahasan sebelumnya dalam beberapa poin yang ringkas dan padat.
6.    Teknik Uji Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan teknik yang dikemukakan oleh Lexy Moleong, yaitu:
a.    Perpanjang keikutsertaan. Perpanjang keikutsertaan peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan.
b.    Ketekunan pengamatan. bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain, jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan ke dalam.
c.    Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang sering dipakai adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya, artinya membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan: (1) Membandingkan data hasil  pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara rahasia; (3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) Membandingkan keadaan dan persfektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa; orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintah; (5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
H.    Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman, maka pokok-pokok pembahasan dalam proposal ini disusun dan disistimatikakan sebagaimana berikut:
Bab I, merupakan bab pendahuluan yang menerangkan latar belakang masalah, fokus masalah, batasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan  kegunaan penelitian.
Bab II, landasan teori yang menerangkan Pangertian moivasi, Pengertian masyarakat, Pengertian pengajian dan teori-teori dari pustaka yang berkaitan dengan hal diatas.
Bab III, metodologi yang di antaranya adalah: waktu dan lokasi penelitian, jenis penelitian, jenis data, sumber data, instrumen pengumpulan data, analisa data.
Bab IV, Pembahasan dan Analisa Data yaitu menerangkan tentang motivasi masyarakat dalam mengikuti pengajian di mesjid Tarbiyah dan faktor apa saja yang sering menjadi penghalang bagi jamaah pengajian tersebut dalam mengikuti pengajian yang dimaksud.
Bab V, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran. Kemudian diakhir penelitian ini disertakan daftar bacaan.



Daftar Bacaan

Aisyah Nur Handryant, Mesjid Sebagai Pengembangan Pusat Masuyarakat, Malang: Uin Maliki Press, 2010.  

Alawiyah, Strategi Dakwah Dilingkungan Majelis Taklmi, Bandung: Mizan, 1997.

Anggota Ikapi, Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiah, Surabaya: Bina Ilmu, 1993.

Anggota Ikapi, Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiah, Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1993.   

Arifin, Pisikologi Dakwah, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

Arwin Siregar, Pendiri  Sekaligus Pengurus Mesjid Tarbiyah Sabungan Jae, Wawancara Tanggal: 21 Oktober 2015.
Bhari Ghazali, Da’wah Komunikatif Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Da’wah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997.
Chalid Narbuko, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
Depag Ri, Al Qur’an Dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra,1989.
Faizah. Muchsin Effendi, Pisikologi Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2006.
Hasanuddin, Hukum Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
Hiroko Horikasi, Kiyai Dan Perobahan Sosial, Jakarta: L3m, 1987.
Jaali, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam  Di Indonesia, Yogyakata:  Titian Ilahi Press, 1996.
Lexy J. Moleong,  Metodologi Penelitian Kualitati, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.
M. Natsir, Meningkatkan Mutu Da’wah, Jakarta: Media Dakwa, 2005.
Malayu S P, Manajemen Dasar Pengertian, Dan Masalah, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Moh, Ali Aziz. Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004.
Moh. Toha, Publistik Islam, Bandung: Diponegoro, 1992.
Mohammad Nazir, Metode Penelitian,  Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005.
Muhammad Zein, Metodologi Pendidikan Agama Islam Pada Lembaga Non Formal, Yogyakarta: Sumbangsih, 1997.
Muzaidi Hasbullah, Hasan Bin Ali Hasan Al-Hijazi Fikrut Qoyyim, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.
Muziar Suparta, Metode Dakwah, Jakarta: Pernada Media Grup, 2006.
Nana Rukmana, Tuntunan Praktis Sistematika Dakwah, Jakarta: Puspa Swara, 1996.
Nana Sudjana, Tuntunan Penulisan Karya Ilmiah, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2001.
Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
Sardiman, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Siswanto, Panduan Praktis Organisasi Remaja Mesjid, Jakarta Timur: Al-Kautsar, 2005.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.
W.J.S. Poewadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998.
Wahyu, Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Surabaya: Usaha Nasional, 1999.
Zabidi, Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam Pendalaman Ajaran Agama
Melalui Majelis Taklim, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2007.           
http://neysya-jatidiri.blogspot.co.id/2012/06/motivasi-dalam-dakwah.html.
di akses pada tanggal 27 oktober 2015. 

Http://Www.Squidoo.Com/Definisi-Motivasi, di akses, Rabu: 07. 10. 2015. 05:50.

Diposkan oleh toras siregar di 20:52:00